Shalat berjama’ah adalah termasuk dari sunnah Rasulullah dan
para shahabatnya. Rasulullah dan para shahabatnya selalu melaksanakannya, tidak
pernah meninggalkannya kecuali jika ada ‘udzur yang syar’i. Bahkan ketika
Rasulullah sakit pun beliau tetap melaksanakan shalat berjama’ah di masjid dan
ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu Bakr untuk mengimami
para shahabatnya. Para shahabat pun bahkan ada
yang dipapah oleh dua orang (karena sakit) untuk melaksanakan shalat berjama’ah
di masjid.
Kalau kita membaca dan memperhatikan dengan sebaik-baiknya
Al-Qur`an, As-Sunnah serta pendapat dan amalan salafush shalih maka kita akan
mendapati bahwa dalil-dalil tersebut menjelaskan kepada kita akan wajibnya
shalat berjama’ah di masjid. Di antara dalil-dalil tersebut adalah:
1. Perintah Allah Ta’ala untuk Ruku’ bersama
Orang-orang yang Ruku’
Dari dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjama’ah
adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya): "Dan dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’."
(Al-Baqarah:43).
Berkata Al-Imam Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya melaksanakan shalat berjama’ah: "Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya (yanga artinya): "Dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’." (Al-Baqarah:43), Allah Ta’ala memerintahkan ruku’ bersama-sama orang-orang yang ruku’, yang demikian itu dengan bergabung dalam ruku’ maka ini merupakan perintah menegakkan shalat berjama’ah. Muthlaqnya perintah menunjukkan wajibnya mengamalkannya." (Bada`i’ush-shana`i’ fi Tartibisy-Syara`i’ 1/155 dan Kitabush-Shalah hal.66).
2. Perintah Melaksanakan Shalat Berjama’ah dalam Keadaan Takut
Tidaklah perintah melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan biasa saja, bahkan Allah telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman (yang artinya): "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata". (An-Nisa`:102).
Maka apabila Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk
melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan takut maka dalam keadaan aman
adalah lebih ditekankan lagi (kewajibannya). Dalam masalah ini berkata Al-Imam
Ibnul Mundzir: "Ketika Allah memerintahkan shalat berjama’ah dalam keadaan
takut menunjukkan dalam keadaan aman lebih wajib lagi." (Al-Ausath fis
Sunan Wal Ijma’ Wal Ikhtilaf 4/135; Ma’alimus Sunan karya Al-Khithabiy 1/160
dan Al-Mughniy 3/5).
3. Perintah Nabi untuk Melaksanakan Shalat
Berjama’ah
Al-Imam Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin
Al-Huwairits: Saya mendatangi Nabi dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami
tinggal bersamanya selama 20 hari, dan Nabi adalah seorang yang penyayang dan
lemah lembut terhadap shahabatnya, maka ketika beliau melihat kerinduan kami
kepada keluarga kami, beliau bersabda (yanga artinya): "Kembalilah
kalian dan jadilah bersama mereka serta ajarilah mereka dan shalatlah kalian,
apabila telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang di antara kalian
adzan dan hendaklah orang yang paling tua (berilmu tentang Al-Kitab &
As-Sunnah dan paling banyak hafalan Al-Qur`annya) di antara kalian mengimami
kalian." (Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 628, 2/110 dan Muslim semakna
dengannya no. 674, 1/465-466).
Maka Nabi yang mulia memerintahkan adzan dan mengimami
shalat ketika masuknya waktu shalat yakni beliau memerintahkan pelaksanakannya
secara berjama’ah dan perintahnya terhadap sesuatu menunjukkan atas
kewajibannya.
4. Larangan Keluar dari Masjid setelah
Dikumandangkan Adzan
Sesungguhnya Rasulullah melarang keluar setelah
dikumandangkannya adzan dari masjid sebelum melaksanakan shalat berjama’ah.
Al-Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: "Rasulullah
memerintahkan kami, apabila kalian di masjid lalu diseru shalat (dikumandangkan
adzan-pent) maka janganlah keluar salah seorang di antara kalian sampai dia
shalat (di masjid secara berjama’ah-pent) (Al-Fathur-Rabbani Li Tartib
Musnad Al-Imam Ahmad no. 297, 3/43).
5. Tidak Ada Keringanan dari Nabi bagi Orang yang
Meninggalkan Shalat Berjama’ah
Sesungguhnya Nabi yang mulia tidak memberikan keringanan
kepada ‘Abdullah Ibnu Ummi Maktum untuk meninggalkan shalat berjama’ah dan
melaksanakannya di rumah, padahal Ibnu Ummi Maktum mempunyai beberapa ‘udzur
sebagai berikut:
a. keadaannya yang buta,
b. tidak adanya penuntun yang mengantarkannya ke masjid,
c. jauhnya rumahnya dari masjid,
d. adanya pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang
menghalanginya antara rumahnya dan masjid,
e. adanya binatang buas yang banyak di Madinah dan
f. umurnya yang sudah tua serta tulang-tulangnya sudah
rapuh.
Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia
berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata: "Ya
Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai seorang penuntun yang
mengantarkanku ke masjid". Lalu ia meminta Rasulullah untuk memberi
keringanan baginya untuk shalat di rumahnya maka Rasulullah memberikannya
keringanan. Ketika Ibnu Ummi Maktum hendak kembali, Rasulullah memanggilnya
lalu berkata: "Apakah Engkau mendengar panggilan (adzan) untuk
shalat?" ia menjawab "benar", maka Rasulullah bersabda:
"Penuhilah panggilan tersebut."
Dan juga banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan akan
wajibnya shalat berjama’ah di masjid bagi setiap muslim yang baligh, berakal
dan tidak ada ‘udzur syar’i baginya.
Kaum Muslimah Lebih Utama Shalat di Rumahnya
Kaum Muslimah Lebih Utama Shalat di Rumahnya
Adapun bagi kaum muslimah maka yang lebih utama baginya adalah
shalat di rumahnya daripada di masjid, sebagaimana disebutkan di dalam
Al-Qur`an: "Wa buyuutuhunna khairullahunna" (dan rumah-rumah
mereka lebih baik bagi mereka) dan juga hadits-hadits yang sangat banyak yang
menjelaskan keutamaan shalat di rumah bagi kaum muslimah. Tapi apabila kaum
muslimah meminta idzin untuk shalat di masjid maka tidak boleh dilarang bahkan
harus diidzinkan. Tetapi ketika dia keluar ke masjid harus memenuhi
syarat-syaratnya yaitu menutupi aurotnya secara sempurna, tidak memakai wangi-wangian,
tidak ditakutkan menimbulkan fitnah dan yang lainnya yang telah dijelaskan para
‘ulama.
Syaikhul Islam menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu shalatnya muslimah di masjid lebih utama dari pada di rumah ketika di masjid terdapat pelajaran (ta’lim) yang disampaikan oleh ahlus sunnah, tetapi jika di masjid tidak ada kajian ‘ilmu maka shalat di rumah lebih baik daripada di masjid.